Iwan Vanany
Wakil Ketua Dewan Pendidikan Jatim dan Guru Besar Teknik Sistem dan Industri, ITS
Pendahuluan
Majunya sebuah negara diyakini karena generasi muda yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi yang ada dan melihat jauh perubahan kedepannya. Siswa adalah generasi masa depan bangsa yang terbentuk dengan sistem pendidikan yang dibangun oleh negara. Profil siswa unggul terbentuk dari hasil rancangan yang baik dan implementasi yang kontinu oleh pemerintah dan para pelaku pendidikannya. Jepang dan Korea Selatan adalah contoh 2 negara yang berhasil memajukan bangsanya dengan dukungan sistem pendidikan yang baik. Dua (2) negara ini tidak memiliki sumber daya alam yang banyak tetapi digolongkan menjadi negara maju baik dari segi ekonomi, teknologi dan budayanya.
Perusahaan Jepang telah berhasil menguasai pasaran dunia (seperti Honda, Yamaha, Sonny, dll) karena dijalani oleh generasi mudanya yang berdisiplin tinggi, mau bekerja keras, dan memiliki jiwa nasionalisnya yang tinggi. Hal ini terjadi karena restorasi Meiji di bidang Pendidikan tahun 1868 yang merombak sistem tradisional menjadi modern. Siswa didik ditanamkan terus belajar dan keyakinan bahwa negara Jepang akan maju dan setara dengan negara barat.
Kemajuan Korea Selatan juga memperlihatkan adanya korelasi yang tinggi antara tingginya pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pendidikannya. Profil siswa Korea Selatan adalah memiliki kreatifivitas dan disiplin yang tinggi, bekerja keras, dan memiliki kompetensi keahlian sesuai dengan kebutuhan. Tidak salah Pendidikan Jepang dan Korea Selatan ditempatkan sebagai salah satu negara dengan Pendidikan terbaik di dunia.
Pemimpin negara dan para pemegang kebijakan pendidikan nasional tentunya dalam membuat kebijakan untuk tujuan, peta jalan, dan implementasi pendidikan akan memperhatikan bagaimana lulusan siswa didik mampu memiliki profil siswa unggul yang diinginkan bangsa ini. Profil generasi muda kedepan perlu mempertimbangkan jati diri bangsa Indonesia dan kebutuhan kompetensi kedepannya adalah hal yang perlu diperhatikan. Berikut ini beberapa profil siswa unggul di masa depan bagi generasi muda Indonesia.
Profil 1 – Akhlak mulia karena Iman dan Takwa
Akhlak mulia adalah “profil manusia” yang diinginkan oleh semua agama samawi dan non-samawi yang hadir di dunia ini. Para nabi dan rasul sebagai pembawa pesan (messenger) Tuhan Yang Maha Esa, diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Mereka tidak hanya pembawa pesan tetapi juga juga hadir dengan akhlak mulianya yang menjadi suri tauladan bagi manusia. Keimanan dan ketakwaan yang diajarkan, dianjurkan, dan dilarang agama semuanya bertujuan memperbaiki ahlak manusia. Akhlak manusia menjadi lebih mulia tidak hanya dimata Tuhannya, tetapi juga dimata manusia lain yang berbeda agama, ras dan sukunya. Perilaku dan tindakan manusia yang memiliki akhlak mulia juga akan menjadi kebaikan alamnya karena menjaga dan memelihara alam adalah salah satu ajaran dalam agama.
Perjuangan para pahlawan dan generasi pendahulu kita yang memerdekakan dan mempertahankannya tidak terlepas dari nilai-nilai keluhuran ajaran semua agama yang dimilikinya. Kezaliman adalah bertentangan dengan nilai semua agama sehingga perlawanan terhadap kezaliman penjajah juga terdorong oleh nilai-nilai agama yang dianut rakyat Indonesia. Keyakinan atas rahmat dan pertolongan Tuhan yang Maha Kuasa untuk menyatakan kemerdekaan juga dituliskan pada kalimat pertama di pembukaan UUD 1945. Hal ini menunjukkan bahwa para pendiri negara ini telah mengagungkan nilai ajaran agama keimanan dan keyakinan yang kuat bahwa kemerdekaan ini tidak terlepas dari kehendak dari Tuhan yang maha Esa. Nasionalisme yang religius menjadi profil dari para pahlawan, pendiri negara ini dan juga menjadi profil siswa yang seharusnya dibentuk oleh sistem Pendidikan nasional kita.
Di era digital dengan arus informasi yang deras dari seluruh pemikiran, idelologi, gaya hidup, dan pengaruh lainnya, benteng terbaik bagi generasi muda adalah dari sendiri. Kemampuan mem-filter informasi dengan keimanan dan nilai-nilai jati diri bangsanya yang dimiliki siswa akan menjadi kemampuan penting dan perlu menjadi perhatian bagi para pendidik menumbuhkan dan mengajarkannya. Banjirnya informasi yang tidak relevan dengan pengetahuan dan skill yang diperlukan, justru perlu dihindari siswa agar siswa memiliki kejernihan berpikir. Diera digitalisasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis adalah kekuatan yang perlu dimiliki siswa agar dapat mengerti, menganalisa, dan ber-inovasi dalam ilmunya.
Profil 2 –Meningkatan rasa nasionalisme dan jiwa kebangsaan
Bangsa ini meraih kemerdekaan adalah tidak mudah dengan perjuangan yang panjang. Kolonialisme di Indonesia dimulai abad 16, dimasa Portugis hadir di Maluku dan Pelabuhan Sunda selama kurang lebih 15 tahun. Selanjutnya oleh kolonialisme Belanda yang jauh lebih lama (350 tahun) dan dilanjutkan oleh kolonialisme Jepang. Banyak para pahlawan yang menentang kolonialisme hampir seluruh daerah tanah air. Teuku Umar, Imam Bonjol, Pangeran Di Ponogoro, Antasari, Sultan Hasanudin, HOS Cokroaminoto adalah beberapa para pahlawan lainnya yang berjuang agar lepas dari kezaliman kolonialisme. Rasa nasionalisme di seluruh daerah di negeri besar karena figur kepahlawan di hampir seluruh daerah di Indonesia ada dan menjadi nama yang diabadikan di beberapa fasilitas seperti nama jalan, nama gedung dan lainnya.
Akan tetapi, rasa nasionalisme justru semakin berkutang di era digitalisasi. Siswa lebih mengenai artis dan youtuber dibandingkan para pahlawannya. Para siswa lebih bangga menggunakan produk luar negeri dibanding dengan produk bangsa sendiri. Indikasi lunturnya jiwa kebangsaan juga diyakini terjadi dan menjadi keprihatian mulai dari Lembaga tinggi pemerintah, pemerhati pendidikan hingga masyarakat awam. Meningkatnya sikap dan pola pikir yang tidak toleran, rendahnya penggunaan produk dalam negeri, dan semakin derasnya pengaruh budaya asing menjadi notifikasi lunturnya rasa nasionalisme dan jiwa kebangsaan.
Perselisihan yang terjadi antar generasi muda semakin membesar di era Digitalisasi ini. Hampir 60% orang Indonesia terpapar Hoax saat mengakses internet tidak terkecuali para siswa (Cahyadi, Nopember 2020) . Para siswa juga menjadi salah satu target bagi para terorisme untuk menyebarkan fahamnya dan menjadikan martil untuk melemahkan bangsa. Bersatu padunya para pahlawan mulai dari Sabang sampai Merauke untuk memerdekaan bangs ini sudah tidak dilihat oleh siswa didik sebagai generasi muda bangsa Ini.
Memperkuat ketahanan diri siswa dengan keimanan dan membangkitkan rasa nasionalisme dan kebangsaan sebagai jati diri bangsa yang merdeka diyakini dapat memutuskan mata rantai berita hoax dan terorisme. Jiwa nasionalisme dan kebangsaan yang religius dari siswa dapat menjadi penangkal utama pengurangan perselisihan antar generasi muda dan dapat mendorong siswa sebagai kader baru bangsa dapat bersaing ditengah kompetisi yang semakin tinggi ini.
Profil 3 – Memiliki kompetensi yg dibutuhkan di masa depan
Perubahan yang cepat di abad ke-21 ini berikut akselerasi kemajuan teknologinya telah menyebabkan kita berada di era digitalisasi dan industri 4.0. Penguatan kompetensi bagi siswa didik dengan memasukkan pada kurikulum menjadi hal urgen untuk dilakukan. UNESCO menyarankan beberapa kompetensi yang perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan sebagai sumber utama pembelajaran seperti belajar sepanjang hayat (lifelong learning), mandiri dan mampu beradaptasi (self -agency), dan berinteraksi dengan yang lain (interacting with others) ((UNESCO, 2019).
Belajar sepanjang hayat adalah salah satu kompetensi penting yang perlu dimiliki siswa didik menurut UNESCO. Apa yang perlu dipelajari dari keilmuan sebelumnya adalah tetap penting, akan tetapi dalam perubahan yang cepat ini, keilmuan yang ada telah berkembang sehingga pengetahuan dan skill yang telah diketahui dan dimiliki akan menjadi cepat usang. Rasa ingin tahu (curiosity), kreativitas (creativity), dan berpikir kritis (critical thinking) akan tumbuh bila siswa memiliki keinginan belajar sepanjang hayat. Memiliki rasa ingin tahu akan memicu terjadinya kreativitas dan berpikir kritis bagi siswa didik. Mengungkapkan sesuatu baik kritik yang konstruktif dan ide rasional yang dimiliki dari siswa didik akan membuat kristalisasi pemahaman yang lebih baik dan memunculkan inovasi yang cerdas dan relevan.
Di abad ke 21 di era Industri 4.0 ini, orang dituntut untuk mengaktulisasikan dirinya dengan rasa tanggung jawab dan memiliki ketahanan diri terhadap perubahan yang ada. Tuntutan untuk memiiki kapasitas diri berupa kemandirian dan tahan terhadap perubahan (self-agency) menjadi penting untuk dimiliki siswa. Adanya kompetensi self-agency, siswa diri akan memiliki inisiatif, rasa tanggung jawab, dan ketahanan terhadap perubahan (resilience) yang tinggi.
Mau berinteraksi dengan lainnya (interacting with others) adalah kompetensi yang direkomendasikan juga oleh UNESCO. Kemampuan melakukan negoisasi, kolaborasi dan teamwork akan terbentuk bila kompetensi kemauan untuk berinteraksi ada. Tidak hanya kerjasama antar siswa di sekolahnya terbentuk, tetapi juga kolaborasi dan networking dengan rekan lain diluar negeri. Keberhasilan seseorang diyakini karena adanya jaringan yang dimilikinya.
Rangkuman
Bagaimana profil siswa unggul yang perlu dibentuk dari sistem Pendidikan yang dirancang oleh sebuah negara menjadi salah satu kunci keberhasilan kedepannya suatu negara. Sebagai negara yang meyakini adanya Tuhan yang Maha Esa, siswa didik yang memiliki akhlak mulia karena memiliki keimanan dan ketakwaan menjadi pondasi utama bagi siswa didik menghadapi laju perubahan yang cepat dan dinamis dewasa ini. Peningkatan rasa nasionalisme dan kebangsaan juga hal yang penting di era digitalisasi ini. Batas negara sudah tidak terlihat lagi, arus informasi berupa budaya asing dan ideologi yang berbeda dengan bangsa ini telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan siswa didik. Ditengah era digitalisasi dan industri 4.0 ini, memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan era digitalisasi dan industri 4.0 menjadi mutlak dimiliki siswa didik kita. Siswa didik yang memiliki profil akhlak mulia karena iman dan takwa, rasa nasionalisme dan jiwa kebangsaan yang tinggi dan memiliki beberapa kompetensi seperti belajar sepanjang hayat (lifelong learning), mandiri dan adaptif (self -agency), dan berinteraksi dengan yang lain (interacting with others) diharapkan generasi muda kita dapat bersaing dan memajukan bangsa ini.
Referensi
Cahyadi, I. R. Nopember 2020. Survei KIC: Hampir 60% Orang Indonesia Terpapar Hoax Saat Mengakses Internet. https://www.beritasatu.com/digital/700917/survei-kic-hampir-60-orang-indonesia-terpapar-hoax-saat-mengakses-internet
UNESCO. (2019). Future Competences and the Future of Curriculum: A Global Reference for Curriculum Transformation. http://www.ibe.unesco.org/en/news/future-competences-and-future-curriculum-global-reference-curriculum-transformation