Oleh Prof Dr. Warsono, MS
Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendirian, kita selalu membutuhkan kehadiran dan hidup bersama orang lain. Kehidupan Kebutuhan hidup bersama itu, kemudian menghasilkan kelurga sebagai bagian terkecil dari suatu Masyarakat, dan kemudian menghasilkan bangsa dan negara. Kelahiran suatu bangsa bisa bersifat natural, karena adanya kesamaan keturunan, dan wilayah tempat tinggal. Kelahiran suatu bangsa yang demikian ini yang kemudian disebut dengan etnis atau suku. Dengan kesamaan keturunan dan wilayah mereka juga memiliki kesamaan budaya, sebagai hasil interaksi mereka dengan lingkungan dan sebagai produk karya intelektual (akal budi).
Ada juga suatu bangsa kelahirannya yang dikonstruk oleh mereka yang membentuk, seperti bangsa Indonesia maupun Amerika Serikat. Bangsa Indonesia dan Amerika merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, yang kemudian dikonstruk secara bersama. Tentu kebersamaan mereka didasarkan kepada suatu tujuan bersama. Sama seperti dalam suatu keluarga yang berasal dari dua orang yang berbeda, kemudian bersepakat membentuk keluarga, yang diikat oleh suatu nilai yang disepakati bersama.
Tentu apa yang menjadi tujuan setiap keluarga bisa berbeda, namun ada kesamaan diantara yang berbeda tersebut yaitu mewujudkan kesejahteraan atau kebahagiaan. Meskipun dua tujuan tersebut sangat berbeda, bagi mereka yang menginginkan kesejahteraan, pemenuhan kebutuhan lahiriah (materi) lebih dominan. Sehingga pemenuhan kebutuhan lahiriah, seperti sadang, papan, dan pangan menjadi ukuran keberhasilan. Hal ini berbeda dengan mereka yang menjadikan kebahagiaan sebagai tujuannya, maka bukan hal yang lahiriah yang diprioritaskan, tetapi lebih kepada hal yang bersifat rohaniah, seperti kedamaian, keadilan, kebersamaanm, dan keamanan.
Untuk meweujudkan tujuan tersebut, perlu dibenntuk suatu organisasi yang terstrukktur dan terstratifikasi dengan pemberian kewenangan dan peran yang berbeda (status and role). Oleh karena itu, secara politik dibentuk suatu negara yang didalamnya bangsa. Faktor yang melatarbelakangi terbentuknya negara bisa berbeda beda, tergantung dari sejarah politik masing-masing.
Namun jika kita cermati tujuan bernegara juga tidak lepas dari tujuan bermasyarakat, yaitu mewujudkan kesejahteraan, sehingga muncul konsep negara kesejahteraan (welfare state ). Namun dalam perkembangannya masyarakat lebih mengejar kebahagiaan daripada kesejahteraan, karena eksistensi setiap orang sebagai manusia yang memiliki hak, kebebasan dan pilihan bisa diekspresikan tanpa mengurangi kebersamaan dengan orang lain.
Kedua tujuan tersebut, bisa menggambar kondisi masyarakatnya. Negara yang mengejar kesejahteraan lebih cenderung bersifat individualis dengan mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Kehidupan Bersama lebih didasarkan kepada kebutuhan yang bersifat fungsional dan status and role. Ikatan diantara mereka lebih didasarkan kepada stratifikasi yang terbentuk dari persaingan antar individu, sehingga tidak ada kesetaraan dan kesederajatan diantara mereka. Kondisi ini bisa memicu terjadinya konflik karena perebutan status, dan sumber-sumber kekuasaan seperti ekonomi, dan jabatan.
Setiap individu bebas mengembangkan potensi dirinya, termasuk potensi intelektualnya sebagai modal meningkatkan stratifikasi yang lebih tinggi. Namun potensi intetelektual ini juga menghasilkan ilmu dan teknologi yang membawa kemajuan suatu bangsa termasuk kesejahteraan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan ilmu dan teknologi saat ini merupakan hasil pemikiran manusia, yang diberi kebebasan untuk berkrkeasi dan berinovasi.
Revolusi industri yang terjadi saat ini merupakan hasil dari gerakan Ranaisance di Eropa pada abad ke-15, yaitu suatu gerakan yang menuntut adanya kebebasan untuk berpikir, sebagai reaksi atas dominasi agama yang membelenggu akal. Berbagai penemunan dan inovasi dalam bidang teknologi telah membawa kesejahteraan bagi Sebagian orang. Namun dampak negative dari kemajuan teknologi yang berupa dehumanisasi dan ketimpangan social ekonomi juga tidak bisa dielakan.
Hal ini berbeda dengan masyarakat yang mencari kebahagiaan. Kebersamaan diantara mereka lebih diutamakan daripada sikap individialisme. Sikap saling menghormati yang didasarkan kepada prinsip kesetaraan dan kesederajatan lebih diutamakan. Konstruk bahwa orang lain adalah dirinya, mendasari sikap dan perilaku dalam hidup bersama. Oleh karena itu etika dijunjung tinggi, sehingga mereka bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Menurut beberapa ahli kebahagiaan hidup diukur dari dimensi kepuasan hidup dimensi persasaan dan dimensi makna hidup. Dimensi kepuasan hidup adalah kepuasan individu terhadap apa yang diinginkan. Dimensi perasaan meliputi perasaan senang, tidak cemas maupun tertekan. Sedangkan dimensi makna hidup meliputi kemanndirian, penguasaan lingkungan dan penerimaan diri.
Peradaban Timur, memang memberi keharmonisan, namun tidak cukup efektif untuk mengejar kemajuan di Barat. Pada saat dunia telah terbuka sebagai akibat dari globalisasi, kompetisi antara bangsa tidak bisa dihindari. Dalam persaingan tersebut peradaban Barat yang rasional lebih mampu memberi peningkatan kesejahteraan yang cepat dibanding dengan Timur.
Dari dua konsep tersebut, menghasilkan suatu peradaan yang berbeda, yang satu lebih bersifat individualis dan yang satu lebih bersifat komunal. Secara sosio-kultural ada pembedaan antara dua peradaban tersebut diwakili oleh Barat dan Timur. Peradaban Barat menggambarkan masyarakat yang individualis dengan oriantasi kepada kesejahteraan, namun lebih rasional. Sedangkan peradaban Timur lebih berorientasi kepada kebahagiaan hidup Bersama dengan menjunjung nilai-nilai etika .
Kedua peradaban tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, dan tidak bisa dibandingkan satu dengan lainnya. Peradaban Barat yang rasional sering disimbolisasikan dengan Einstains. Sedangkan peradaban Timur, disimbolkan dengan Budhis, yang lebih menekankan etika altruiisme, dengan sikap rela berkorban untuk kebahagiaan orang lain.
Dengan memahami keunggulan masing-masing, ada suatu gagasan untuk memadukan keunggulan kedua budaya tersebut, yaitu rasional dan moral, dengan simbolisasi Budha berkepala Einstains. Bagi Bangsa Indonesia, perpaduan kedua hal tersebut telah diwacanakan dalam konsep Iptek dan Imtaq. Iptek sebagai simbolisasi pengakuan terhadap rasionalitas (akal), sedangkan Imtaq sebagai simbolisasi dari etika (moral). Meskipun istilah Imtaq lebih merujuk kepada agama (iman dan taqwa), namun secara substansinya sama-sama mengacu kepada moral dan etika. Hal ini bisa dilacak dari alas an diturunkannya agama (Islam) adalah untuk memperbaiki aklaq (moral dan etika).
Bagi bangsa Indonesia harus mengabil sikap mana yang harus dipilih. Pilihan telah dipikirkan oleh para pendiri negara yaitu untuk tidak meniru secara membabi buta terhadap peradaban Barat. Para pendiri negara juga melihat nilai-nilai yang ada dalam peradaban bangsa Indonesia sendiri, yang telah memberikan kebahagiaan hidup. Bagi para pendiri negara, Indonesia yang ingin dibangun adalah perpaduan antara nilai-nilai yang ada di Masyarakat dengan rasionalitas Barat. Perpaduan itu kemudian dirumuskan dalam filsafat negara yaitu Pancasila.